Pemanfaatan Barang Gadai
Oleh : Eko Riyanto
NPM : 141261510
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Barang Jaminan
Yang
dimaksud dengan borg (jaminan) adalah benda yang dijadikan penguat dalam
hutang-piutang itu. Borg dalam bahasa fiqih disebut “ar-rahn”. Benda sebagai borg ini
akan diambil oleh yang berutang jika hutangnya telah dibayar. Jika waktu
pembayaran yang telah ditentukan sudah tiba dan hutangnya belum dibayar, maka
borg itu dapat dijadikan sebagai pengganti pembayaran utang, atau borg itu
dijual untuk pembayaran hutang dan jika
ada kelebihannya akan dikembalikan kepada orang yang berhutang.
Allah SWT berfirman:
“Jika kamu dalam
perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang
penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang).” (QS. Al-Baqarah : 283).
Rasulullah SAW bersabda:
Dari Anas ia berkata, Rasulullah SAW menyerahkan tanggungan baju besi kepada orang yahudi di Madinah, karena beliau berhutang syair (gandum) untuk keluarganya.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari, An-Nasai dan Ibnu Majah).
Dari Anas ia berkata, Rasulullah SAW menyerahkan tanggungan baju besi kepada orang yahudi di Madinah, karena beliau berhutang syair (gandum) untuk keluarganya.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari, An-Nasai dan Ibnu Majah).
B.
Hukum Jaminan
Adalah keseluruhan dari kaidah –
kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan
dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan
fasilitas/kredit.
C. Pengertian
Gadai
Menurut bahasa, gadai (al-rahn)
berarti al-tsubut dan al-habs yaitu penetapan dan penahanan. Ada pula yang
menjelaskan hahwa rahn adalah terkurung atau terjerat.
Gadai (rahn) adalah Akad pinjam
meminjam dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan utang.
Menurut istilah syara’, yang dimaksud dengan rahn
ialah :
·
Gadai adalah akad
perjanjian pinjam meminjam dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan utang.
·
Gadai ialah menjadikan
harta benda sebagai jaminan atas utang
·
Gadai adalah suatu
barang yang dijadikan peneguhan atau pen kepercayaan dalam utang-piutang
·
Gadai ialah menjadikan
suatu benda bernilai menurut pandangan syara' sebagai tanggungan utang, dengan
adanya benda menjadi tanggungan itu seluruh atau sebagian utang dapat diterima.
D.
Rukun dan Syarat Gadai
1.
Rukun Gadai
a.
Akad ijab dan kabul,
seperti seseorang berkata; "aku gadaikan mejaku ini dengan harga Rp10.000,00"
dan yang satu lagi men-jawab. "Aku terima gadai mejamu seharga
Rp10.000,00" atau bisa pula dilakukan selain dengan kata-kata, seperti
dengan surat, isyarat, atau yang lainnya.
b.
Aqid, yaitu yang
menggadaikan (rahin) dan yang menerima gadai (murtahin). Adapun syarat bagi
yang berakad adalah ahli tasharuf yaitu mampu membelanjakan harta dan dalam hal
ini memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan gadai.
c.
Barang yang dijadikan
jaminan (borg), syarat pada benda yang dijadikan jaminan ialah keadaan barang
itu tidak rusak sebelum janji utang harus dibayar. Rasul bersabda:
"Setiap
barang yang boleh diperjualbelikan boleh dijadikan borg gadai”
Menurut Ahmad
bin Hijazi bahwa yang dapat dijadikan jaminan dalam masalah gadai ada tiga
macam, yaitu:
1) Kesaksian
2) Barang
gadai
3) Barang
tanggungan.
d.
Ada utang, disyaratkan
keadaan utang telah tetap
Adapun menurut
ulama Hanafiyah berpendapat, bahwa rukun gadai (rahn) itu hanya ijab (pernyataan menyerahkan barang sebagai
agunan oleh pemilik barang) dan qabul (pernyataan kesediaan memberi utang dan
menerima barang agunan tersebut).
2.
Syarat Gadai
a. highat
Syarat terkait dengan shighat tidak
boleh terkait dengan syarat tertentu dan waktu yang akan datang.
b. Pihak-Pihak
yang Berakad Cakap Menurut Hukum
Pihak-pihak yang berakad cakap menurut
hukum mempunyai pengertian pihak rahin dan murtahin cakap melakukan perbuatan
hukum. Yang ditandai aqil baligh, berakal sehat dan mampu melakukan akad.
c. Utang (Marhun
Bih)
Yang karenanya dijadikan akad.
d. Marhun
Harta yang dipegang oleh murtahin
sebagai jaminan hutang. Barang yang digadaikan mempunyai syarat sebagai
berikut:
1)
Agunan bernilai dan dapat dimanfaatkan menurut syari’at
islam.
2)
Agunan dapat dijual dan nilainya seimbang dengan besarnya
utang.
3)
Agunan harus jelas dan tertentu (dapat dispesifikasi)
4)
Agunan milik sah debitur.
5)
Agunan itu tidak terikat dengan hak orang lain.
6)
Agunan harus harta yang utuh.
E.
Pemanfaatan Barang Gadai
Jumhur Ulama Fuqaha’ berpendapat bahwa
penerima gadai tidak boleh mengambil sesuatu manfaatpun dari barang gadai.
Fuqaha’ lain berpendapat bahwa apabila
barang gadai itu berupa hewan, maka penerima gadai boleh mengambil air susunya
dan menungganginya dengan kadar yang seimbang dengan makanan dan biaya yang
diberikan kepadanya. Kalau marhun termasuk barang yang harus secara terus
menerus dimanfaatkan, seperti sepeda motor,
mobil, mesin jahit, sedang murtahin tidak sempat memanfaatkannya, maka
barang gadai dapat disewakan kepada pihak lain yang dapat memanfaatkannya, dan
hasil dari penyewaan itu tetap milik rahin.
Landasan Hukum
a.
Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 283
“ Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan
janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang
menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
b.
Hadis dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam
Al-Bukhari, yang berbunyi:
ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ
ﻣُﺤَﻤﱠﺪُ ﺑْﻦُ ﻣُﻘَﺎ ﺗِﻞِ أَﺧْﺒَﺮَﻧَﺎ ﻋَﺒْﺪُا ﷲِ ﺑْﻦِ ﻣُﺒَﺎ رَكِ أَﺧْﺒَﺮَﻧَﺎ
زكرﻳﱠﺎ ﻋَﻦِ اﻟﺸﱠﻌْﺒِﻲْ ﻋﻦْ أَﺑِﻲْهرَﻳْﺮَةَ رَﺿﻲَ ا ﷲُ ﻋَﻨْﻪُ ﻗﺎ لَ, ﻗَﺎ لَ
رَﺳﻮْلُ ا ﷲُ صلى الله عليه وسلم.اطهر ﻳُﺮْكب بنفقته إِذَاكانﻣَﺮْهونا وَﻟَﺒْﻦُ
الدارِ وَﻳَﺸْﺮَبُ اﻟﻨﱠﻔَﻘَﻪَ إِذَا كانَ ﻣَﺮْهوْﻧًﺎ وَﻋَﻠَﻰ ا ﻟﱠﺬِيْ ﻳَﺮْكبُ
وَﻳَﺸْﺮَبُا اﻨﱠﻔَﻘَﻪَ (رواﻩ اﻟﺒﺨﺎري)
“Telah meriwayatkan kepada kami
Muhammad bin Muqatil, mengabarkan kepada kami Abdullah bin Mubarak, mengabarkan kepada kami
Zakariyya dari Sya’bi dari Abu Hurairah, dari Nabi saw.bahwasannya beliau
bersabda: kendaraan dapat digunakan dan hewan ternak dapat pula diambil
manfaatnya apabila digadaikan, penggadai wajib memberikan nafkah dan penerima
gadai boleh mendapatkan manfaat.”(HR.Al-Bukhari)
F.
Jenis-Jenis Barang Jaminan
·
Dilihat darii segi obyek yang dibiayai, maka barang jaminan
dapat dibedakasebagai berikut :
1. Barang Jaminana
Pokok
Jaminan
pokok adalah barang atau obyek yang dibiayai dengan kredit.Misalnya seorang
nasabah pabrik roti mendapat kredit untuk membeli oven pembakar roti, maka oven
pembakar roti tersebut menjadi jaminan pokok. Atau seorang nasabah lain
mendapat jaminan untuk pembelian rumah atau yang dikenal dengan KPR, maka
jaminan pokok adalah rumah yang dibeli dengan kredit kepemiilikan rumah
tersebut. Begitupula apabila ada nasabah lain, yang mendapat pinjaman untuk
menambah modal kerja, maka modal kerjanya menjadi jaminan pokok, seperti
piutang, persediaan barang dagangan, dll.
2. Barang Jaminan
Tambahan
Jaminan
tambahan adalah barang yang dijadikan jaminan untuk menambah jaminan
pokok.Mengapa jaminan pokok harus ditambah, karena nilainya kurang sebagai
akibat penilaian bank lebih rendah dari harganya.Alasannya penilaian bank salah
satunya adalah apabila peminjamlalai membayar
kewajibannya kepada bank, maka bank mengambilalih jaminan dan dijual.Pada saat menjual tersebut
membutuhkan tambahan biaya.Jaminan tambahan yang bernilai tinggi berupa tanah
dan bangunan yang telah memiliki sertifikat HM/HGU/HGB dan ber-IMB.
·
Dilihat dari wujud barang, maka barang jaminan dapat dibagi
menjadi 2, yaitu:
1. Jaminan
Berwujud
Jaminan
berwujud adalah jaminan tersebut dapat dilihat dan diraba, misalnya oven roti,
rumah, mesin, bangunan pabrik, dan kendaraan.
2. Jaminan
Tidak Berwujud
Jaminan
tidak berwujud adalah jaminan yang bentuknya hanya komitmen atau janji
saja.Walaupun demikian janji atau komitmen tersebut harus didokumentasikan ke
dalam tulisan, sehingga dapat diadministradikan dengan baik. Contohnya Garansi
Perusahaan, Garansi Perorangan.
·
Dari segi mobilitas atau pergerakannya, barang jaminan dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Barang
Bergerak
Barang
jaminan yang bergerak artinya barang tersebut mudah berpindah tempat dari satu
tempat ke tempat lain. Contoh barang bergerak adalah persediaan barang
dagangan, piutang, kendaraan bermotor, mesin pabrik kecuali yang sudah tertanam
di dalam pabrik yang sulit untuk dipindahtangankan
2. Barang
Tidak Bergerak
Barang
jaminan yang tidak bergerak adalah jaminan yang tidak dapat dipindah tempat
dari satu tempat ke tempat lain. Contohnya adalah tanah dan bangunan,
mesin-mesin pabrik yang telah tertanam di pabrik tersebut.
·
Dari segi mudah tidaknya barang diawasi oleh pemegang
jaminan, maka barang jaminan dapat dibedakan menjadi barang yang mudah
dikontrol dan tidak mudah dikontrol:
1. Barang
yang Tidak Mudah Dikontrol
Barang
jaminan yang tidak mudah dikontrol adalah barang jaminan yang sulit diawasi
oleh bank, karena pergerakannya sangat cepat.Misalnya persediaan barang
dagangan dan piutang.
2. Barang
yang mudah Dikonttrol
Barang
jaminan yang mudah dikontrol adalah barang jaminan yang tidak dapat bergerak,
seperti tanah dan bangunan atau kapal yang sangat besar sehingga tidak mudah
untuk pindah.
G.
Pengikatan Barang Jaminan
Bank
sebagai pemegang barang jaminan kredit, harus bisa membuktikan bahwa
barang-barang tersebut masih terkait dengan kredit yang diberikannya. Untuk itu
bank melakukan pengikatan terhadap barang jaminan. Pengikatan barang
jaminan berbeda untuk jenis barang yang satu dengan jenis barang lainnya.Awal
tahun 1980 kita masih mendengar istilah Credit Verband, yang merupakan salah
satu jenis pengikatan barang jaminan warisan Belanda.Pengikatan barang jaminan
tanah dan kapal untuk tonase tertentu harus dilakukan di hadapan pejabat yang
berwenang. Untuk jaminan tanah harus di depan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Selain itu terdapat juga jenis pengikatan barang jaminan sebagai berikut:
1.
APHT (Akta Pengikat Hak
Tanggungan)
APTH
adalah akta yang memuat tentang nomor sertifikat, tanggal penerbitan
sertifikat, luas tanah, lokasi tanah dan barang-barang yang ada di atas tanah
tersebut serta besarnya beban hutang yang diletakkan/dipertanggungjawabkan di
atas tanah tersebut.APHT harus didaftarkan di Badan Pertanahan Negara.
2.
Akta Hipotik Kapal
Akta
Hipotik Kapal adalah pengikat hipotik atas kapal yang memuat tentang nomor
sertifikat kapal dan besarnya beban hutang yang diletakkan/ dipertanggungjawabkan di atas kapal
tersebut. Akta Hipotik kapal harus didaftarkan di Sahbandar
3.
Akta Fiducia
Akta
Fiduca adalah akta yang memuat tentang jenis dan jumlah barang yang diikat
secara fiducia. Jenis pengikatan ini ditempuh karena sifat barang yang mudah
berpindah dan surat bukti kepemilikan barang tersebut tidak dikuasai oleh bank.
Akta ini harus didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia di Departemen Hukum
dan HAM.
4.
Akta Gadai
Akta Gadai
adalah akta yang memuat tentang jenis dan jumlah barang yang diikat secara
Gadai.Jenis pengikatan ini ditempuh karena kepemilikan barang tersebut dikuasai
oleh bank.Akta ini biasanya dibuat di bawah tangan dalam arti tidak perlu
dibuat di hadapan notaris.
Ada beberapa hal yang mendasari bank
dalam memberikan nilai jaminan
1.
Untuk usaha yang dijamin dengan menggunakan uang tunai yang
nilainya seratus persen. Jadi, kalau misalnya Anda meminjam uang dengan jaminan
sebesar Rp 100 juta maka nilainya dihitung sama Rp 100 juta.
2.
Untuk usaha yang memiliki jaminan tanah maka ada beberapa
ketentuan karena untuk jaminan tanah ini ada beberapa hak antara lain tanah
milik, tanah hak guna bangunan, dan tanah hak sewa. Untuk tanah hak milik, bank
memberikan nilai antara 70% hingga 80%. Untuk tanah hak guna bangunan nilainya
antara 60% sampai 70%, jaminan hak sewa itu tergantung banknya tetapi
biasanya sekitar 50%. Kebanyakan persentase untuk bank ini menggunakan nilai
PBB (pajak bumi dan bangunan) yang biasanya nilainya setengah dari harga pasar
dan nilai likuidasi yaitu nilai saat menjual barang jaminan (untuk nilai ini
biasanya sudah diperhitungkan biaya lelang, biaya notaris). Sebaliknya, bank
jarang menggunakan nilai pasar (atau nilai jual sekarang)
3.
Jaminan persediaan baik persediaan barang maupun persediaan
piutang. Dalam jaminan persediaan ini dikenal adanya resi gudang. Akibat resi
gudang ini, nilai persediaan barang bisa naik nilainya antara 50% hingga
60%, tapi kalau tanpa resi gudang, maka jaminan persediaan barang tidak ada
nilainya atau jika ada maka nilainya sangat rendah. Hal ini disebabkan karena
jaminan ini tidak bisa dipegang.
H.
Pemanfaatan Barang Jaminan
Barang jaminan sepenuhnyha menjadi hak orang yang
menjaminkan dalam pemanfataan barang itu. Contoh,
orang yang berhutang
dengan jaminan sawahnya maka ia masih boleh mengambil manfaatnya dengan
menggarap sawah tersebut tetapi ia boleh menjual atau menyewakannya.
Rasulullah
SAW bersabda :
Jaminan
tidak menutup manfaat terhadap orang yang mempunyai barang itu, faedahnya ia
mempunyai dan ia wajib membayar dendanya.”(HR. As-Syafii dan Ad-Daruqutni).
Orang yang memegang jaminan boleh mengambil manfaatnya sekedar sebagai ganti pemeliharaannya dan tidak boleh lebih dari itu.Sebagai contoh, jika jaminan itu berupa sepeda, maka bagi yang menghutangi boleh mengendarai sepeda itu seperlunya secara wajar.
Orang yang memegang jaminan boleh mengambil manfaatnya sekedar sebagai ganti pemeliharaannya dan tidak boleh lebih dari itu.Sebagai contoh, jika jaminan itu berupa sepeda, maka bagi yang menghutangi boleh mengendarai sepeda itu seperlunya secara wajar.
I.
Perbedaan
Pemanfaatan Gadai Dan Barang Jaminan
Kebiasaan yang berlaku di Indonesia, pemanfaatan
barang jaminan tetap pada pemilik barang jaminan itu. Misalnya orang yang
berhutang kepada orang lain dengan manjadikan sawahnya sebagai jaminan dalam
hutang-piutang, maka pemanfataan sawah itu tetap pada pemiliknya.
Di dalam gadai, pemanfaatan barang jaminan pada
orang yang menerima gadai (orang yang menghutangi).Sebagai contoh, orang yang
menggadaikan sawahnya kepada orang lain, maka pemanfaatan sawah itu adalah pada
orang yang menerima gadai sampai hutang orang yang menggadaikan sawah itu
dibayarkan.Praktek gadai semacam ini sebenarnya kurang sesuai dengan syariat
Islam, karena hal ini tidak terdapat nilai tolong-menolong antar sesama, bahkan
mungkin sebaliknya terjadi pemerasan.