Unordered List


Breaking News

Saturday, 9 January 2016

Pemanfaatan Barang Gadai




Pemanfaatan Barang Gadai
Oleh : Eko Riyanto
NPM : 141261510


PEMBAHASAN

A.    Pengertian Barang Jaminan
Yang dimaksud dengan borg (jaminan) adalah benda yang dijadikan penguat dalam hutang-piutang itu. Borg dalam bahasa fiqih disebut “ar-rahn”. Benda sebagai borg ini akan diambil oleh yang berutang jika hutangnya telah dibayar. Jika waktu pembayaran yang telah ditentukan sudah tiba dan hutangnya belum dibayar, maka borg itu dapat dijadikan sebagai pengganti pembayaran utang, atau borg itu dijual untuk pembayaran hutang dan jika ada kelebihannya akan dikembalikan kepada orang yang berhutang.

Allah SWT berfirman:

Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).” (QS. Al-Baqarah : 283).


Rasulullah SAW bersabda:
Dari Anas ia
berkata, Rasulullah SAW menyerahkan tanggungan baju besi kepada orang yahudi di Madinah, karena beliau berhutang syair (gandum) untuk keluarganya.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari, An-Nasai dan Ibnu Majah).
B.     Hukum Jaminan
Adalah keseluruhan dari kaidah – kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan  fasilitas/kredit.

C.    Pengertian Gadai
Menurut bahasa, gadai (al-rahn) berarti al-tsubut dan al-habs yaitu penetapan dan penahanan. Ada pula yang menjelaskan hahwa rahn adalah terkurung atau terjerat.
Gadai (rahn) adalah Akad pinjam meminjam dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan utang.

Menurut istilah syara’, yang dimaksud dengan rahn ialah :
·         Gadai adalah akad perjanjian pinjam meminjam dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan utang.
·         Gadai ialah menjadikan harta benda sebagai jaminan atas utang
·         Gadai adalah suatu barang yang dijadikan peneguhan atau pen kepercayaan dalam utang-piutang
·         Gadai ialah menjadikan suatu benda bernilai menurut pandangan syara' sebagai tanggungan utang, dengan adanya benda menjadi tanggungan itu seluruh atau sebagian utang dapat diterima.


D.    Rukun dan Syarat Gadai
1.         Rukun Gadai
a.       Akad ijab dan kabul, seperti seseorang berkata; "aku gadaikan mejaku ini dengan harga Rp10.000,00" dan yang satu lagi men-jawab. "Aku terima gadai mejamu seharga Rp10.000,00" atau bisa pula dilakukan selain dengan kata-kata, seperti dengan surat, isyarat, atau yang lainnya.
b.      Aqid, yaitu yang menggadaikan (rahin) dan yang menerima gadai (murtahin). Adapun syarat bagi yang berakad adalah ahli tasharuf yaitu mampu membelanjakan harta dan dalam hal ini memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan gadai.
c.       Barang yang dijadikan jaminan (borg), syarat pada benda yang dijadikan jaminan ialah keadaan barang itu tidak rusak sebelum janji utang harus dibayar. Rasul bersabda:
"Setiap barang yang boleh diperjualbelikan boleh dijadikan borg gadai”
Menurut Ahmad bin Hijazi bahwa yang dapat dijadikan jaminan dalam masalah gadai ada tiga macam, yaitu:
1)   Kesaksian
2)   Barang gadai
3)   Barang tanggungan.
d.      Ada utang, disyaratkan keadaan utang telah tetap

Adapun menurut ulama Hanafiyah berpendapat, bahwa rukun gadai (rahn) itu hanya  ijab (pernyataan menyerahkan barang sebagai agunan oleh pemilik barang) dan qabul (pernyataan kesediaan memberi utang dan menerima barang agunan tersebut).


2.         Syarat Gadai
a.    highat
Syarat terkait dengan shighat tidak boleh terkait dengan syarat tertentu dan waktu yang akan datang.

b.    Pihak-Pihak yang Berakad Cakap Menurut Hukum
Pihak-pihak yang berakad cakap menurut hukum mempunyai pengertian pihak rahin dan murtahin cakap melakukan perbuatan hukum. Yang ditandai aqil baligh, berakal sehat dan mampu melakukan akad.
c.    Utang (Marhun Bih)
Yang karenanya dijadikan akad.
d.   Marhun
Harta yang dipegang oleh murtahin sebagai jaminan hutang. Barang yang digadaikan mempunyai syarat sebagai berikut:

1)        Agunan bernilai dan dapat dimanfaatkan menurut syari’at islam.
2)        Agunan dapat dijual dan nilainya seimbang dengan besarnya utang.
3)        Agunan harus jelas dan tertentu (dapat dispesifikasi)
4)        Agunan milik sah debitur.
5)        Agunan itu tidak terikat dengan hak orang lain.
6)        Agunan harus harta yang utuh.

E.     Pemanfaatan Barang Gadai
Jumhur Ulama Fuqaha’ berpendapat bahwa penerima gadai tidak boleh mengambil sesuatu manfaatpun dari barang gadai.
Fuqaha’ lain berpendapat bahwa apabila barang gadai itu berupa hewan, maka penerima gadai boleh mengambil air susunya dan menungganginya dengan kadar yang seimbang dengan makanan dan biaya yang diberikan kepadanya. Kalau marhun termasuk barang yang harus secara terus menerus dimanfaatkan, seperti sepeda motor,  mobil, mesin jahit, sedang murtahin tidak sempat memanfaatkannya, maka barang gadai dapat disewakan kepada pihak lain yang dapat memanfaatkannya, dan hasil dari penyewaan itu tetap milik rahin.

Landasan Hukum
a.       Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 283

“ Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
b.      Hadis dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, yang berbunyi:                       
ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ ﻣُﺤَﻤﱠﺪُ ﺑْﻦُ ﻣُﻘَﺎ ﺗِﻞِ أَﺧْﺒَﺮَﻧَﺎ ﻋَﺒْﺪُا ﷲِ ﺑْﻦِ ﻣُﺒَﺎ رَكِ أَﺧْﺒَﺮَﻧَﺎ زكرﻳﱠﺎ ﻋَﻦِ اﻟﺸﱠﻌْﺒِﻲْ ﻋﻦْ أَﺑِﻲْهرَﻳْﺮَةَ رَﺿﻲَ ا ﷲُ ﻋَﻨْﻪُ ﻗﺎ لَ, ﻗَﺎ لَ رَﺳﻮْلُ ا ﷲُ صلى الله عليه وسلم.اطهر ﻳُﺮْكب بنفقته إِذَاكانﻣَﺮْهونا وَﻟَﺒْﻦُ الدارِ وَﻳَﺸْﺮَبُ اﻟﻨﱠﻔَﻘَﻪَ إِذَا كانَ ﻣَﺮْهوْﻧًﺎ وَﻋَﻠَﻰ ا ﻟﱠﺬِيْ ﻳَﺮْكبُ وَﻳَﺸْﺮَبُا اﻨﱠﻔَﻘَﻪَ (رواﻩ اﻟﺒﺨﺎري)
 “Telah meriwayatkan kepada kami Muhammad bin Muqatil, mengabarkan kepada kami Abdullah  bin Mubarak, mengabarkan kepada kami Zakariyya dari Sya’bi dari Abu Hurairah, dari Nabi saw.bahwasannya beliau bersabda: kendaraan dapat digunakan dan hewan ternak dapat pula diambil manfaatnya apabila digadaikan, penggadai wajib memberikan nafkah dan penerima gadai boleh mendapatkan manfaat.”(HR.Al-Bukhari)
F.     Jenis-Jenis Barang Jaminan
·         Dilihat darii segi obyek yang dibiayai, maka barang jaminan dapat dibedakasebagai berikut :
1.      Barang Jaminana Pokok
Jaminan pokok adalah barang atau obyek yang dibiayai dengan kredit.Misalnya seorang nasabah pabrik roti mendapat kredit untuk membeli oven pembakar roti, maka oven pembakar roti tersebut menjadi jaminan pokok. Atau seorang nasabah lain mendapat jaminan untuk pembelian rumah atau yang dikenal dengan KPR, maka jaminan pokok adalah rumah yang dibeli dengan kredit kepemiilikan rumah tersebut. Begitupula apabila ada nasabah lain, yang mendapat pinjaman untuk menambah modal kerja, maka modal kerjanya menjadi jaminan pokok, seperti piutang, persediaan barang dagangan, dll.
2.      Barang Jaminan Tambahan
Jaminan tambahan adalah barang yang dijadikan jaminan untuk menambah jaminan pokok.Mengapa jaminan pokok harus ditambah, karena nilainya kurang sebagai akibat penilaian bank lebih rendah dari harganya.Alasannya penilaian bank salah satunya adalah apabila peminjamlalai membayar kewajibannya kepada bank, maka bank mengambilalih jaminan dan dijual.Pada saat menjual tersebut membutuhkan tambahan biaya.Jaminan tambahan yang bernilai tinggi berupa tanah dan bangunan yang telah memiliki sertifikat HM/HGU/HGB dan ber-IMB.
·         Dilihat dari wujud barang, maka barang jaminan dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1.      Jaminan Berwujud
Jaminan berwujud adalah jaminan tersebut dapat dilihat dan diraba, misalnya oven roti, rumah, mesin, bangunan pabrik, dan kendaraan.
2.      Jaminan Tidak Berwujud
Jaminan tidak berwujud adalah jaminan yang bentuknya hanya komitmen atau janji saja.Walaupun demikian janji atau komitmen tersebut harus didokumentasikan ke dalam tulisan, sehingga dapat diadministradikan dengan baik. Contohnya Garansi Perusahaan, Garansi Perorangan.
·         Dari segi mobilitas atau pergerakannya, barang jaminan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1.      Barang Bergerak
Barang jaminan yang bergerak artinya barang tersebut mudah berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lain. Contoh barang bergerak adalah persediaan barang dagangan, piutang, kendaraan bermotor, mesin pabrik kecuali yang sudah tertanam di dalam pabrik yang sulit untuk dipindahtangankan
2.      Barang Tidak Bergerak
Barang jaminan yang tidak bergerak adalah jaminan yang tidak dapat dipindah tempat dari satu tempat ke tempat lain. Contohnya adalah tanah dan bangunan, mesin-mesin pabrik yang telah tertanam di pabrik tersebut.
·         Dari segi mudah tidaknya barang diawasi oleh pemegang jaminan, maka barang jaminan dapat dibedakan menjadi barang yang mudah dikontrol dan tidak mudah dikontrol:
1.      Barang yang Tidak Mudah Dikontrol
Barang jaminan yang tidak mudah dikontrol adalah barang jaminan yang sulit diawasi oleh bank, karena pergerakannya sangat cepat.Misalnya persediaan barang dagangan dan piutang.
2.      Barang yang mudah Dikonttrol
Barang jaminan yang mudah dikontrol adalah barang jaminan yang tidak dapat bergerak, seperti tanah dan bangunan atau kapal yang sangat besar sehingga tidak mudah untuk pindah.
G.    Pengikatan Barang Jaminan
Bank sebagai  pemegang barang jaminan kredit, harus bisa membuktikan bahwa barang-barang tersebut masih terkait dengan kredit yang diberikannya. Untuk itu bank melakukan pengikatan terhadap  barang jaminan. Pengikatan barang jaminan berbeda untuk jenis barang yang satu dengan jenis barang lainnya.Awal tahun 1980 kita masih mendengar istilah Credit Verband, yang merupakan salah satu jenis pengikatan barang jaminan warisan Belanda.Pengikatan barang jaminan tanah dan kapal untuk tonase tertentu harus dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang. Untuk jaminan tanah harus di depan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Selain itu terdapat juga jenis pengikatan barang jaminan sebagai berikut:
1.        APHT (Akta Pengikat Hak Tanggungan)
APTH adalah akta yang memuat tentang nomor sertifikat, tanggal penerbitan sertifikat, luas tanah, lokasi tanah dan barang-barang yang ada di atas tanah tersebut serta besarnya beban hutang yang diletakkan/dipertanggungjawabkan di atas tanah tersebut.APHT harus didaftarkan di Badan Pertanahan Negara.
2.        Akta Hipotik Kapal
Akta Hipotik Kapal adalah pengikat hipotik atas kapal yang memuat tentang nomor sertifikat kapal dan besarnya beban hutang yang diletakkan/ dipertanggungjawabkan di atas kapal tersebut. Akta Hipotik kapal harus didaftarkan di Sahbandar
3.        Akta Fiducia
Akta Fiduca adalah akta yang memuat tentang jenis dan jumlah barang yang diikat secara fiducia. Jenis pengikatan ini ditempuh karena sifat barang yang mudah berpindah dan surat bukti kepemilikan barang tersebut tidak dikuasai oleh bank. Akta ini harus didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia di Departemen Hukum dan HAM.
4.        Akta Gadai
Akta Gadai adalah akta yang memuat tentang jenis dan jumlah barang yang diikat secara Gadai.Jenis pengikatan ini ditempuh karena kepemilikan barang tersebut dikuasai oleh bank.Akta ini biasanya dibuat di bawah tangan dalam arti tidak perlu dibuat di hadapan notaris.
Ada beberapa hal yang mendasari bank dalam memberikan nilai jaminan
1.        Untuk usaha yang dijamin dengan menggunakan uang tunai yang nilainya seratus persen. Jadi, kalau misalnya Anda meminjam uang dengan jaminan sebesar Rp 100 juta maka nilainya dihitung sama Rp 100 juta.
2.        Untuk usaha yang memiliki jaminan tanah maka ada beberapa ketentuan karena untuk jaminan tanah ini ada beberapa hak antara lain tanah milik, tanah hak guna bangunan, dan tanah hak sewa. Untuk tanah hak milik, bank memberikan nilai antara 70% hingga 80%. Untuk tanah hak guna bangunan nilainya antara 60% sampai 70%, jaminan hak sewa itu tergantung  banknya tetapi biasanya sekitar 50%. Kebanyakan persentase untuk bank ini menggunakan nilai PBB (pajak bumi dan bangunan) yang biasanya nilainya setengah dari harga pasar dan nilai likuidasi yaitu nilai saat menjual barang jaminan (untuk nilai ini biasanya sudah diperhitungkan biaya lelang, biaya notaris). Sebaliknya, bank jarang menggunakan nilai pasar (atau nilai jual sekarang)

3.        Jaminan persediaan baik persediaan barang maupun persediaan piutang. Dalam jaminan persediaan ini dikenal adanya resi gudang. Akibat resi gudang ini, nilai persediaan  barang bisa naik nilainya antara 50% hingga 60%, tapi kalau tanpa resi gudang, maka jaminan persediaan barang tidak ada nilainya atau jika ada maka nilainya sangat rendah. Hal ini disebabkan karena jaminan ini tidak bisa dipegang.

H.    Pemanfaatan Barang Jaminan
Barang jaminan sepenuhnyha menjadi hak orang yang menjaminkan dalam pemanfataan barang itu. Contoh, orang yang berhutang dengan jaminan sawahnya maka ia masih boleh mengambil manfaatnya dengan menggarap sawah tersebut tetapi ia boleh menjual atau menyewakannya.
Rasulullah SAW bersabda :
Jaminan tidak menutup manfaat terhadap orang yang mempunyai barang itu, faedahnya ia mempunyai dan ia wajib membayar dendanya.”(HR. As-Syafii dan Ad-Daruqutni).
Orang yang memegang jaminan boleh mengambil manfaatnya sekedar sebagai ganti pemeliharaannya dan tidak boleh lebih dari itu.Sebagai contoh, jika jaminan itu berupa sepeda, maka bagi yang menghutangi boleh mengendarai sepeda itu seperlunya secara wajar.


I.       Perbedaan Pemanfaatan Gadai Dan Barang Jaminan
Kebiasaan yang berlaku di Indonesia, pemanfaatan barang jaminan tetap pada pemilik barang jaminan itu. Misalnya orang yang berhutang kepada orang lain dengan manjadikan sawahnya sebagai jaminan dalam hutang-piutang, maka pemanfataan sawah itu tetap pada pemiliknya.
Di dalam gadai, pemanfaatan barang jaminan pada orang yang menerima gadai (orang yang menghutangi).Sebagai contoh, orang yang menggadaikan sawahnya kepada orang lain, maka pemanfaatan sawah itu adalah pada orang yang menerima gadai sampai hutang orang yang menggadaikan sawah itu dibayarkan.Praktek gadai semacam ini sebenarnya kurang sesuai dengan syariat Islam, karena hal ini tidak terdapat nilai tolong-menolong antar sesama, bahkan mungkin sebaliknya terjadi pemerasan.




No comments:

Post a Comment

Designed By