Mereka, Dandhy Dwi Laksono dan Ucok
Parta, sedang tur mereka keliling Indonesia. Membawa nama Ekspedisi
Indonesia Biru, videografer dan fotografer ini mengendarai sepeda
motor berkeliling Indonesia.
Ini adalah hal yang luar biasa karena uang yang
dikeluarkan untuk pembuatan film dokumenter adalah uang pribadi dari kak Dandhy
Dwi Laksono yang beliau tabung.
Kemarin Tanggal 26 Desember 2015 Mereka menyempatkan
diri untuk mampir ke kota Metro dan Alhamdulilah beliau mengisi seminar yang
diadakan di GSG STAIN Jurai Siwo Metro “Melihat Indonesia Bersama Tim Ekspedisi
Indonesia Biru”. Sehingga saya bisa melihat sosok orang yang sangat luar biasa
tersebut langsung dengan mata kepala saya.
Dalam acara tersebut kami disugukan film-film yang
sangat luar biasa, karena banyak mengandung pesan moral didalamnya..
Kampung Gede
Kasepuhan Ciptagelar adalah sebuah kampung adat yang mempunyai ciri khas dalam
lokasi dan bentuk rumah serta tradisi yang masih dipegang kuat oleh masyarakat
pendukungnya. Masyarakat yang tinggal di Kampung Ciptagelar disebut masyarakat
kasepuhan. Istilah kasepuhan berasal dari kata sepuh dengan awalan /ka/ dan
akhiran /an/. Dalam bahasa Sunda, kata sepuh berarti \\\'kolot\\\' atau
\\\'tua\\\' dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan pengertian ini, muncullah
istilah kasepuhan, yaitu tempat tinggal para sesepuh. Sebutan kasepuhan ini pun
menunjukkan model \\\'sistem kepemimpinan\\\' dari suatu komunitas atau
masyarakat yang berasaskan adat kebiasaan para orang tua (sepuh atau kolot).
Kasepuhan berarti \\\'adat kebiasaan tua\\\' atau \\\'adat kebiasaan nenek
moyang\\\'. Menurut Anis Djatisunda (1984), nama kasepuhan hanya merupakan
istilah atau sebutan orang luar terhadap kelompok sosial ini yang pada masa
lalu kelompok ini menamakan dirinya dengan istilah keturunan Pancer Pangawinan.
Pada era
1960-an, Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar mempunyai nama khusus yang dapat
dianggap sebagai nama asli masyarakat tersebut, yaitu Perbu. Nama Perbu
kemudian hilang dan berganti menjadi kasepuhan atau kasatuan. Selain its I,
mereka pun disebut dengan istilah masyarakat tradisi.
Kampung Gede
Kasepuhan Ciptagelar (selanjutnya ditulis Kampung Ciptagelar) merupakan nama
baru untuk Kampung Ciptarasa. Artinya sejak tahun 2001, sekitar bulan Juli,
Kampung Ciptarasa yang berasal dari Desa Sirnarasa melakukan "hijrah
wangsit" ke Desa Sirnaresmi yang berjarak belasan kilometer. Di desa
inilah, tepatnya di Kampung Sukamulya, Abah Anom atau Bapa Encup Sucipta
sebagai puncak pimpinan kampung adat memberi nama Ciptagelar sebagai tempat
pindahnya yang baru. Ciptagelar artinya terbuka atau pasrah. Kepindahan Kampung
Ciptarasa ke kampung Ciptagelar lebih disebabkan karena "perintah
leluhur" yang disebut wangsit. Wangsit ini diperoleh atau diterima oleh
Abah Anom setelah melalui proses ritual beliau yang hasilnya tidak boleh tidak,
mesti dilakukan. Oleh karena itulah perpindahan kampung adat bagi warga
Ciptagelar merupakan bentuk kesetiaan dan kepatuhan kepada leluhurnya.
Masyarakat atau warga Kampung Ciptagelar sebenarnya tidak terbatas di kampung
tesebut saja tetapi bermukim secara tersebar di sekitar daerah Banten, Bogor,
dan Sukabumi Selatan. Namun demikian sebagai tempat rujukannya, "pusat
pemerintahannya" adalah Kampung Gede, yang dihuni oleh Sesepuh Girang
(pemimpin adat), Baris Kolot (para pembantu Sesepuh Girang) dan masyarakat
Kasepuhan Ciptagelar yang ingin tinggal sekampung dengan pemimpin adatnya.
Kampung Gede adalah sebuah kampung adat karena eksistensinya masih dilingkupi
oleh tradisi atau aturan adat warisan leluhur.
Ini Videonya monggo di play "